Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Proses Panjang Muhammad Rosyad Menjadi Imam Masjid di Tanah Arab


Menginjakkan kaki di jazirah Arab barangkali menjadi impian setiap muslim. Umumnya untuk mencapai mimpi tersebut dengan melakukan umrah atau haji. Berbeda dengan Muhammad Rosyad, seorang mahasiswa Pascasarjana UIN Antasari meraihnya dengan menjadi imam masjid di sana, tepatnya di Uni Emirat Arab (UEA).

Selain berkiprah menjadi imam tetap di Mesjid Al-Ikhwan Veteran Banjarmasin, ia mendirikan Lembaga Tahfidz Quran Al-Ikhwan dan menjadi pengajar di Pondok Pesantren Tahfidz Amanah Umat di kilometer 10 Banjarmasin, juga bergelut di bidang wirausaha sewa mobil.

Awalnya ia hanya mencoba-coba untuk mendaftar karena sedang berada di penghujung kuliah magisternya, S2 Hukum Keluarga. Setelah melihat antusias peserta yang berharap lolos menjadi imam masjid di tanah kaya akan minyak itu, nampaknya ia termotivasi dan akhirnya memantapkan diri berprinsip bahwa kesempatan tidak akan datang dua kali.

“Kesempatan ini tidak saya sia-siakan,” ujarnya.

Di samping untuk membanggakan orang tuanya, alasan lain mengapa Rosyad memilih menjadi imam masjid dan pengajar sebagai profesinya, karena memiliki hasrat untuk menghantarkan kembali apa yang telah ia pelajari sebelumnya. Sebelum berkuliah, ia mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam Martapura, di sana digembleng untuk mempelajari ajaran agama Islam secara mendalam.

“Kata Rasulullah, sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya,” ungkapnya mengutip sebuah hadits yang memotivasi ayah satu anak itu.

Melalui seleksi ketat, terdapat tiga tahapan yang harus dilalui oleh Alumni Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI), Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) itu. Tahapan awal berupa administrasi yang melibatkan 524 peserta se-Indonesia. Melakukan pendaftaran secara online melalui Google Form. Lalu mengirimkan video membaca Surah Al-Fatihah dan melampirkan sertifikat hafal Al-Quran minimal 20 juz.

Menyisakan 360 peserta, lanjut pada tahapan CAT (Computer Assisted Test) dengan menjawab soal mengenai ilmu tajwid, Bahasa Arab, fiqih dan moderasi beragama. “Seperti tes CPNS,” imbuhnya. Kemudian, sesi wawancara dengan pihak Kementrian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menggunakan Bahasa Arab melalui Zoom Meeting, tes sambung ayat dan membaca kitab yang tidak berbaris.

“Yang dinilai yaitu titik koma, mi’rob dan nahwu shorof,” ungkapnya.

Tahapan terakhir mirip dengan tahapan kedua, yang membedakan pada pengujinya yakni langsung dari UEA. Tahapan ini menyisakan 115 peserta, dilaksanakan di Jakarta dengan biaya akomodasi yang ditanggung oleh Kemenag RI. Tidak jauh berbeda, yang diujikan berupa hafalan, sambung ayat, tes fiqh sholat hingga melakukan khutbah di hadapan penguji. Pada akhirnya tersisa 44 peserta yang lolos seleksi tersebut.

Saat di bangku perkuliahan, Rosyad tak luput mengikuti organisasi internal kampus biru itu. Ia berkecimpung pada Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) BPI, LP2BPI dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Antasari di bidang ekonomi kreatif, serta beasiswa Program Khusus Dai (PKD).

Menyandang gelar S.Sos yang tertulis di ujung namanya pada Januari 2022, dengan menyelesaikan masa pekuliahan yang ideal dan didamba-dambakan mahasiswa pada umumnya, yakni selama 3,5 tahun.


Rep: Langay

Editor: Krayon


Posting Komentar untuk "Proses Panjang Muhammad Rosyad Menjadi Imam Masjid di Tanah Arab"