Meski Kalangan Terpelajar, Kampus Belum Tentu Siap Masuki Era Digitalisasi.
Digitalisasi Pendidikan, UIN Antasari Tetapkan Presensi Online di SIAKAD baru (www.siakad.uin-antasai.ac.id) |
Kemajuan
teknologi yang begitu pesat sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Dampaknya
menyebar secara luas ke seluruh penjuru negeri, masuk melalui setiap
sendi-sendi kehidupan di tengah masyarakat. Berbagai penemuan pun
dipublikasikan secara massal dengan embel-embel, ‘’Demi kemaslahatan bersama’’.
Termasuk di dunia kampus seperti di Universitas Islam Negeri Antasari
Banjarmasin, yang mana saat ini menerapkan sistem Presensi Online untuk mahasiswanya.
Dosen mengabsen mahasiswa dan mengunggahnya secara online.
Dengan
adanya kebijakan presensi online sebenarnya dapat menguntungkan berbagai pihak
diantarannya sedikit banyak menghemat penggunaan kertas, tidak adanya lagi
kecurangan mahasiswa untuk titip absen, serta meningkatkan kedispilinan
mahasiswa. Akan tetapi kenyataan tidaklah seindah harapan, dikarenakan banyak
problema mulai dari ganguan server, dosen harus mencatat presensi secara manual
terlebih dehulu, hilangnya koneksi internet 'WIFI' kampus, hingga kurangnya
sosialisasi secara menyeluruh merupakan faktor yang sampai saat ini masih
menjadi kendala di kampus sebesar UIN Antasari. Sebelum Presensi online
permasalahan yang lebih dulu muncul ialah, pergantian website kampus dari yang lama (www.siak.uin-antsari.ac.id)
ke yang baru (www.siakad.uin-antasari.ac.id) juga menambah sederet problem
kampus saat ini.
Di awal
registrasi, banyak mahasiswa yang tidak bisa mengisi Kartu Rencana Studi (KRS).
Mereka merasa terdesak untuk bisa mengisi KRS
dikarenakan takut tidak terdaftar perkuliahan. Padahal sudah membayar
UKT namun tidak bisa berkuliah. Desas-desusnya ini karena terjadi eror
disebabkan belum ditutupnya akun siakad lama oleh mitra kampus, sedangkan akun
siakad baru sudah dibuka sehingga bagi mahasiswa yang melakukan pembayaran
namun masih menggunakan siakad lama akhirnya tidak terdaftar ulang di siakad
baru dan tidak bisa melakukan pengisian KRS.
Bermula
dari registrasi ulang yang sebut saja salah alamat atau bingung harus
menggunakan yang baru atau yang lama, salah langkah itu pun berimbas kesulitan
pengisian KRS bagi mahasiswa. Pun dengan dosen pengampu mata kuliah yang
sebagian meng-input hasil belajarnya dikedua akun SIAKAD itu. Error atau
bingung? Entahlah, faktanya sekarang masih ada yang belum menerima hasil
belajarnya meski sudah mendekati pertengahan semester.
Berkaca
pada kampus dengan prodi akreditasi A terbanyak se-Indonesia, kampus sekelas
Universitas Gajah Mada juga mengalami problema pada awal diberlakukannya sistem
fingerprint pada 2012 lalu. Jumlah
kehadiran mahasiswa di fakultas kedokteran itu mengalami penurunan dari 81 %
turun menjadi 75,46 % (sumber: balairungpress.com). Turunnya jumlah kehadiran
mahasiswa diduga kuat akibat mahasiswa yang lupa absen fingerprint, titip
absen, dan lainnya.
Hal ini
menunjukan kampus-kampus di Indonesia sendiri belum siap sepenuhnya untuk
menerima teknologi yang canggih. Padahal inilah lingkungan terpelajar dimana
insan cendekia bermunculan yang kedepannya menjadi estafet penerus bangsa juga
sebagai cerminan dari masyarakat. Disayangkan sekali pemanfaatan teknologi yang
‘mahal’ ini kurang bisa diapresiasi dengan baik. Jika ditelisik lebih dalam
lagi sebenarnya yang menjadikan berbagai problema tadi salah satunya akibat
kurangnya sosialisasi dikampus.
Seperti
yang diungkapkan oleh Wakil Rektor
Bidang Akademik dan Kelembagaan (UIN Antasari), Hamdan mengungkapkan, "Sosialisasi secara menyeluruh sendiri
mungkin masih terkendala dengan dana juga untuk kedepannya, kita harapan lebih
maksimal tidak hanya dikalangan dosen tapi juga mahasiswa"[Berantas edisi
selanjutnya perihal Presensi Online]. Perihal dana pun, juga menjadi momok
tersendiri dikampus hijau ini.
Kalau
boleh sedikit menyinggung bahwasanya dekan fakultas ushuluddin dan humaniora,
Irfan pernah mengungkapkan peralatan kuliah di fakultasnya seperti zaman batu
dan untuk membangun kembali dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Jika kita
selalu menyalahkan dana kedepannya tidak dapat dipungkiri jika pembayaran Uang
Kuliah Tunggal (UKT) akan mengalami kenaikan lagi. Padahal bukanlah rahasia
umum, jika mahasiswa UIN Antasari memang kebanyakan berasal dari desa. Yang
notabane-nya hidup serba pas-pasan. Sekarang pertanyaannya ialah, ‘’Sudah
efektifkah penggunaan dana dikampus?’’. Karena selalu merasa kekurangan dengan
dana.
Jika
keinginan kita untuk maju tidak dibarengi oleh kesiapan seluruh pihak maka yang
terjadi ialah seperti ini, kurangnya tingkat "Kepekaan untuk mencari
informasi" yang melahirkan sikap tidak peduli sebagai refleksi dan menyalahkan
kurangnya sosialisasi. Perlunya sikap keterbukaan pihak kampus juga sebagai
ajang untuk meningkatkan rasa kepercayaan antar pihak. Sehingga kemajuan kampus
bisa terlaksana, bukan dengan saling menyalahkan, Mahasiswa ke sistem, sistem
ke dana, dana kembali lagi ke mahasiswa.
Penulis: Aida Fitri Rio Utami
Posting Komentar untuk "Meski Kalangan Terpelajar, Kampus Belum Tentu Siap Masuki Era Digitalisasi."
Berkomentarlah dengan bijak